Jumat, 14 Januari 2011

Bag.III -KEKACAUAN PIKIRAN MANUSIA

Lanjutan..
Arah filsafat baru itu
mengkaji tentang
bagaimana tata aturan
ideal bagi manusia. Apa
ukuran sesuatu dapat
dikatakan utama sehingga
dapat dibedakan dengan
sesuatu yang rendah.
Dapat dibedakan antara
sesuatu yang benar dan
yang salah jalan yang lurus
dan jalan yang melenceng.
Semua itu untuk
mengetahui mana yang
rusak sehingga harus
ditinggalkan dan mana
yang patut untuk
dikerjakan. Arah baru
filsafat ini memunculkan
polemik dan pendapat
yang bermacam-macam.
Sokrates sendiri dan
didukung sebagian
muridnya berpendapat
bahwa standar dari
semuanya tadi adalah
pengetahuan (Al-ma'rifah)
.
Ada pula yang
berpendapat untuk
mengetahui sesuatu yang
utama dan yang rendah,
yang benar dan yang
salah, yang lurus dan yang
melenceng adalah
kearifan (Al-hikmah),
keseimbangan (Al-'adalah)
, keberanian (As-syaja'ah),
dan keterjagaan harga diri
(Al-'iffah).
Menurut pendapat ini,
semua bentuk keutamaan
kembali dan didasarkan
pada empat unsur ini.
Pendapat ini diusung oleh
Plato. Sebagian orang
memilih dasar dari semua
kebaikan adalah
kesenangan (Al-ladzdzah)
atau adanya manfaat
tertentu dalam sesuatu
tersebut.
Setiap sesuatu yang
mengandung manfaat,
walaupun hanya
bermanfaat bagi sebagian
individu, adalah kebaikan
(Keutamaan). Sedang,
sesuatu yang tidak
mengandung manfaat
sama sekali adalah
keburukan itu sendiri.
Sebagian filsuf
mengatakan bahwa
kebaikan dan keutamaan
adalah kesederhanaan dan
tengah-tengah (wasath)
antara dua hal yang
buruk.
Demikian kondisi akal
pikiran pada abad-abad
sebelum islam yang
bingung dalam
mengetahui bagaimana
standar (dasar-dasar)
kebaikan yang dapat
diterapkan dalam tata
pergaulan manusia.
Sebagaimana kondisi akal
pikiran yang kacau dan
tidak mampu menemukan
keyakinan keagamaan
yang benar. Akal tidak
mampu untuk
merumuskan aturan
pergaulan (qonun at-
ta'amul) yang lurus
sebagaimana akal juga
tidak mampu menguak
rahasia di balik yang
wujud. Akal hanya dapat
bingung tanpa dapat
mencapai dasar-dasar
hakikat yang kukuh.
Bahkan, di tengah-tengah
kondisi kebingungan akal
pikiran umat manusia,
muncul kelompok sofis
yang berusaha
menanamkan keragu-
raguan dalam hakikat-
hakikat perkara yang
wujud. Bahkan, sebagian
orang dari kelompok ini,
mengingkari adanya wujud
(dalam kehidupan realitas)
ini. Sebagian lagi mencoba
meragukan setiap hal.
Sebagian lagi mengatakan
bahwa kebenaran dalam
setiap sesuatu adalah
sesuai keyakinan setiap
orang akan setiap ssuatu
tersebut.
=>Ke Lanjutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar