Minggu, 14 Juli 2013

ويريد بعد تراويح


سبحان الملك القدس
٣x
سبوح قدوس ربنا ورب الملائکة والروح
٣x
أشهد أن لآإله إلاالله¸ أستغفرالله¸ نسئلك رضاك والجنة ونعوذ بك من سخطك والنار
٣x
اللهم انك عفو کريم تحب العفو فاعف عنا
٣x
ياکريم

Sejarah puasa BAGIAN-III (habis)


⒃- Ayat-ayat Makkiyah memiliki perbedaan dengan ayat-ayat Madaniyah. Az Zarqani menginventarisasi beberapa perbedaan tersebut.

Pertama, ayat Makkiyah sering menggunakan redaksi “Ya ayyuha an nas” (Wahai manusia) yang menunjukkan pesan-pesan yang ingin disampaikan bersifat universal karena mencakup mereka yang mukmin dan nonmukmin.

Kedua, dalam ayat-ayat Makkiyah tidak terdapat penyebutan adanya kelompok munafik sebagaimana banyak ditemui dalam ayat-ayat Madaniyah.

Ketiga, ayat-ayat Makkiyah pada umumnya menjelaskan dasar-dasar agama (baca: ushul ad din). Sedang ayat-ayat Madaniyah kebanyakan sudah menjelaskan detil-detil ajaran agama. Lihat Az Zarqani. 2003. Manahil Al 'Irfan fi 'Ulum Al Qur'an. Beirut: Darul Kutub Al 'Ilmiah. Cet. ke-1. Juz 1. Hlm. 113-114.

CATATAN:
Semua tulisan diatas hasil salinan dari buku aslinya yang berjudul "Kearifan Syariat" Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis dan Sosiohistoris.
Pengantar: KH. Habib Luthfi bin Yahya. Surabaya: khalista cet. 2. Januari 2010. Hlm. 251-255

Semoga Manfaat

PENYALIN: Abdur rohman al karowany.

Karawang
05-Ramadan-1434H.
14-juli-2013M.

Sejarah puasa BAGIAN-II


Mereka meniup Buq⒁ untuk menandai berakhirnya puasa dan datangnya hari raya. Dalam tradisi yahudi, puasa juga dilakukan ketika seseorang tertimpa musibah. Setelah menunaikan Nazar, mereka juga akan berpuasa untuk menyempurnakan nazar mereka⒂.


2.Puasa dalam islam


Puasa Ramadan baru diperintahkan kepada umat Muhammad saw. Pada bulan Sya'ban dua tahun setelah mereka hijrah ke Madinah. Itu artinya ibadah puasa baru disyariatkan lima belas tahun setelah diproklamasikannya agama Islam. Yang menjadi pertanyaan, mengapa puasa tidak diwajibkan pada era awal kelahiran Islam?
Penggemblengan dan penguatan akidah adalah prioritas utama dalam misi dakwah di awal kemunculan Islam. Ini bisa kita buktikan dengan adanya perbedaan karakteristik antara surat-surat Makkiyyah dan Madaniyyah⒃.

Akidah yang tertancap kuat dapat menjadikan perintah syariat mudah diterima dan dijalankan dengan ketulusan dan ketundukan. Berbeda ceritanya jika umat sudah diperintahkan menjalankan kewajiban syariat, padahal akidahnya masik rapuh. Alih-alih syariat akan dijalankan, yang terjadi justru muncul penolakan terhadap syariat.

Alasan kedua, karena situasi dan kondisi pada saat itu kurang kondusif. Ketika masih berada di Mekah. Umat Islam masih disibukkan dengan pelbagai macam teror, siksaan, dan intimidasi dari kafir Quraisy. Padahal untuk menjalan ibadah puasa, dibutuhkan suasana tenang dan aman kondisi itu baru dirasakan sahabat setelah mereka bermigrasi ke Madinah.

RUJUKAN
①- Ibid. Hlm. 363-368.

②- Ibid. Hlm. 385-386.

③- Phoenisia adalah bangsa besar yang pernah hidup di wilayah Lebanon sekitar abad ke-26 SM. Mereka menyebar hingga pantai barat. Mendirikan banyak kota, seperti: Beirut, Shoida, Jubail, Arwad, dan lainnya. Mereka juga sudah menjalin kerja sama dengan kerajaan Fir'aun di masa Mesir kuno. Pada akhirnya, wilayah mereka menjadi rebutan antara dua imperium berar, yaitu Romawi dan Persia. Corak keagamaan mereka mirip dengan corak keagamaan bangsa Sumeria yang cenderung pada paham naturalis. Tuhan terpenting mereka adalah pasangan dewa-dewi Asytarut, dan Hadad. Lihat Louis Ma'luf. 2003. Al Munjid fi Al Lughah wa Al A'lam. Beirut: Darul Masyriq. Cet. Ke-27. Hlm. 428.

④- Izis adalah dewi bangsa Mesir yang berkuasa dalam masalah perjodohan. Saudari sekaligus istri dari dewa Oziris. Memimiliki anak bernama Hures. Pernah membangkitkan suaminya dari kematian. Lihat Louis Ma'luf Op. Cit. Hlm. 93.

⑤- Ali Ahmad Al Jurjawi. 1997. Hikmah At Tasyri' wa Falsafatuhu. Beirut: Darul Fikr. Bet. Ke-4. Hlm. 152-153.

⑥- Hasan bin Ahmad Hammam Op. cit. Hlm 364.

⑦- Abu Ja'far bin Jarir Ath Thabari. 2001. Jami' Al Bayan fi Ta'wil Al Qur'an. Kairo: Dar Hajr. Cet. Ke-1. jilid 3. Hlm. 154.

⑧- Ats Tsa'labi. al Kassyaf wa Al Bayan. CD Al Maktabah Asy Syamilah Al Ishdar Ats Tsani. Jilid 1. Hlm. 327.

⑨- Ibid.

⑩- Ibid.

⑾- Abu Ja'far Ath Thabari. Op. cit. Jilid 3. Hlm. 154.

⑿- Muhammad Al Hudhari Bik. Tt. Tarikh At Tasyri' Al Islami. Surabaya: Al Haramain. Hlm. 48.
Para ulama berbeda pendapat apakah sebelum diwajibkannya puasa pada bulan ramadan di tahun ke-2 H. sudah pernah ada puasa wajib. Pendapat mayoritas ulama yang merupakan pendapat populer dari kelompok ulama penganut madzhab Syafi'i mengatakan bahwa tidak ada puasa wajib sebelumnya. Pendapat ini berlandaskan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mu'awiyyah r.a. Yang secara jelas mengatakan “Lam Yaktub Allahu 'alaikum shiyamah” (Allah tidak mewajibkan kalian berpuasa pada hari itu). Jadi, menurut pendapat ini puasa Asyura yang diperintahkan Nabi hanyalah puasa sunah.
Pendapat kedua, dari kalangan hanafiyyah mengatakan, sebelum puasa Ramadan tahun 2 H. sudah pernah ada puasa yang diwajibkan kepada umat Islam, yaitu puasa Asyura. Kelompok hanafiyah menjadikan hadis 'Aisyah r.a., Ar Rabi' binti Mi'wadz r.a., Maslamah r.a., dan Ibnu 'Umar r.a. sebagai landasan pendapat mereka. Jadi, apa yang penulis sebutkan di atas adalah sesuai dengan ini. Lihat keterangan lebih lengkap dalam Ahmad bin Ali bin Hajar Al 'Asqalani. Tt. Fath Al Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari. Beirut: Darul Ma'rifah. Jilid 4. Hlm. 103.

⒀- Abdur Rahman Hasan Al Midani. 1987. Ash Shiyam wa Ramadhan fi As Sunah wa Al Qur'an. Damaskus: Darul Qalam. cet ke-1. hlm. 40. Ketika Nabi tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa 'Asyura. Nabi bertanya, “Hari apakah ini?” Mereka berkata, “Hari yang baik. Allah telah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari musuhnya. Kemudian, Musa berpuasa pada hari itu untuk bersyukur kepada Allah.” Nabi berkata, “Aku lebih berhak daripada kalian untuk meniru Musa berpuasa pada hari itu.” Kemudian Nabi memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu. (H.R. Al Bukhari No. 3.216).

⒁- Buq, adalah alat musik sejenis terompet. Biasanya untuk perayaan-perayaan. Lihat Ibnu Manzhur. Tt. Lisan Al 'Arab. Kairo: Darul Ma'arif. Jilid 5. Hlm. 389.

⒂- Ali Ahmad Al Jurjawi. Op. cit. Hlm. 153.
Lanjut ke BAGIAN-III >>>

Sejarah puasa BAGIAN-I

SEJARAH PUASA

1.Puasa dalam berbagai macam tradisi

Diantara kebenaran ilmiah yang valid aktifitas puasa tidak hanya dialami oleh spesies manusia. Dari sekian banyak spesies hidup, ada sebagian yang juga melakukan aktivitas semakna dengan puasa. Ada yang melakukannya karena terdesak kondisi alam, dan ada juga yang melakukannya secara suka rela karena sedang menjalani fase tertentu dalam siklus hidupnya.

Sebut saja unta, hewan padang pasir ini kadang kala harus melakukan puasa karena masih berada di tengah gersangnya padang pasir.
Ular dapat bertahan hidup tanpa makan selama hampir satu tahun. Begitu pula beruang kutub, beberapa spesies hewan pengerat, ikan dan beberapa jenis burung.
Beberapa jenis serangga meninggalkan makan dan minum selama dalam kepompong. Setelah menyelesaikan fase ini, mereka dapat hidup lebih baik, dan mudah beradabtasi dengan lingkungan. Induk ayam juga tidak mencari makan selama beberapa hari tatkala mengerami telur-telurnya.

Sedang dalam sejarah umat manusia, puasa sudah dikenal sejak zaman kuno, baik untuk terapi pengobatan maupun ritual keagamaan tertentu. Dalam dunia pengobatan klasik, puasa dipakai diantaranya oleh para dokter dari Alexandria, mesir, pada masa pemerintahan Batlimus. Seorang dokter yunani kuno , Hippocrates (5 SM.) sudah menyusun cara-cara puasa untuk terapi pengobatan.

Ovivo Corna menggunakan terapi puasa untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Sebelumnya, ia mencoba pada dirinya sendiri dan berhasil sembuh dari penyakit kronis yang dideritanya. Ia berumur hampir 100 tahun lamanya. Di penghujung hayat, ia mengarang sebuah buku tentang pentingnya puasa dalam mengobati beberapa penyakit. Buku itu ia beri judul “Siapa yang sedikit makan, akan berumur panjang“①.

Pada abad ke-6 SM, seorang tabib dari Cina bernama Shu Jhu Chi yang hidup di tibet menulis satu bab khusus dalam buku kedokterannya tentang terapi puasa dan terapi makanan. Epicurus, seorang filosof besar sebelum memasuki ujian akhir di Universitas Alexandria, berpuasa selama 40 hari untuk menambah kekuatan pikiran dan daya kreativitasnya②.

Dalam dunia keagamaan, puasa merupakan ritual yang kuno dan sudah banyak dikenal. Dalam masyarakat yang sudah memiliki peradaban maju, seperti Mesir dan bangsa Phoenisia③, puasa sudah dikenal.
Mereka berpuasa untuk menghormati Izis④. Mereka juga berpuasa sebelum melakukan ritual pengorbanan. Hal ini bertujuan untuk mensucikan orang-orang yang menyaksikan perayaan tersebut⑤.

Penganut Hindu, Brahma, dan Budha di india dan dunia timur, melakukan puasa sesuai dengan aturan yang tertera dalam kitab suci mereka⑥.

Ath Thabari menulis, bahwa umat Nasrani pada masa lalu sudah diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadan. Mereka diharuskan tidak makan semenjak bangun tidur dan tidak bersetubuh sama sekali selama satu bulan penuh⑦.
Pada umumnya, bulan puasa jatuh pada musim panas yang sangat terik atau pada musim dingin yang menusuk tulang. Sehingga, ibadah ini mengganggu aktivitas perekonomian mereka⑧.
Hal ini mendorong para cendikiawan Nasrani untuk bersepakat memindah waktu puasa pada musim semi untuk memudahkan ritual puasa ini bagi umatnya. Mereka menambahkan sepuluh hari, sebagai KAFARAH (penebus) atas perbuatan mereka. Sehingga, hari wajib puasa bagi umat Nasrani adalah empat puluh hari⑨.

Kemudian, seorang raja yang pada waktu itu sedang sakit parah bernazar kepada Allah. Jika ia sembuh, maka akan mewajibkan kepada rakyatnya puasa satu minggu. Setelah ia benar-benar sembuh, V ia menjalankan nazarnya itu. Hingga, kemudian puasa wajib menjadi empat puluh tujuh hari. Setelah sang raja wafat dan digantikan raja yang lain, raja baru ini memerintahkan agar puasa itu disempurnakan menjadi lima puluh hari, dengan menambahkan tida hari⑩.

Dalam versi lain, disebutkan bahwa mereka menambahkan dua puluh hari sebagai kafarah sehingga puasa yang wajib dikerjakan umat Nasrani menjadi lima puluh hari⑾.
Kisah ini banyak dituturkan para mufassir klasik ketika menjelaskan maksud kata-kata “Orang-orang sebelum kamu,” dalam kalimat “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(Q.S. Al Baqarah: 183).

Masyarakat jahiliyah arab juga sudah mengenal ibadah ini, sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari dari 'Aisyah bahwa kaum jahiliyah sudah menjalankan tradisi berpuasa setiap hari 'Asyura (10 Muharram). Rasulullah kemudian memerintahkan umat islam saat itu untuk menjalankannya. Ini terus berlangsung hingga diwajibkannya puasa di bulan Ramadan pada tahun kedua hijriyah⑿.

Berpuasa setiap hari kesepuluh bulan Muharram juga menjadi ritual dalam agama Yahudi. Mereka bahkan mengagungkannya dan menjadikannya sebagai hari raya. Mereka berkeyakinan hari itu memiliki nilai historis. Hari itu bertepatan dengan tertambatnya perahu Nabi Nuh a.s. di lembah Judi dan diselamatkannya Nabi Musa a.s. bersama Bani Israil dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Sehingga, sebagai ungkapan rasa syukur, Nabi Nuh dan Nabi Musa melakukan puasa setia tanggal tersebut⒀.

Dalam keyakinan Yahudi, meramaikan dan merayakan puasa adalah wajib. Umat inilah yang pertama kali membuat perayaan dalam berpuasa sebelum umat-umat yang lain.
Lanjut ke BAGIAN-II >>>

دعآء تهليل

بسم الله الرحمن الرحيم

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده. ياربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين.

اللهم اغفر لنا ذنوبنا ولوالدينا ولمشايخنا ولذوى الحقوق الواجبات علينا ولجميع المؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحيآء منهم والأموات.

اللهم أوصل ثواب ما قرأناه ونور ما تلوناه وما هللناه وما استغفرناه وما صليناه وما حمدناه وما سبحناه وما تصدقناه إلى روح سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم.

وإلى أرواح إخوانه من الأنبيآء والمرسلين من سيدنا محمد إلى سيدنا آدم عليه وعليهم الصلاة والسلام.
وإلى أرواح ال كل والى ارواح اصحاب كل رضوان الله تعالى اجمعين.

وإلى أرواح جميع العلمآء العاملين والاوليآء والشهدآء والصالحين.
وإلى ارواح والدينا ومشايخنا.

وإلى أرواح جميع المؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات من مشارق الارض إلى مغاربها في برها وبحرها خصوصا إلى روح... بن/بنت...

اللهم أنزل الرحمة والبركة والنعمة الدآئمة في قبورهم إلى يوم القيامة. اللهم اجعل قبورهم روضة من رياض الجنان.
اللهم لاتجعل قبورهم حفرة من حفر النيران.

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار.

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم. سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين.

01-07-2013
عبد الرحمن الكرواني.

Jumat, 14 Januari 2011

THORIQOH= MENJALANKAN SYARI'AT DENGAN HATI-HATI

Empat orang imam
mazhab Sunni, semuanya
mempunyai seorang syaikh
thariqah. Melalui syaikh
itulah mereka
mempelajari Islam dalam
sisi esoterisnya yang indah
dan agung. Mereka semua
menyadari bahwa ilmu
syariat harus didukung
oleh ilmu tasawuf
sehingga akan tercapailah
pengetahuan sejati
mengenai hakikat ibadah
yang sebenarnya. Imam
Abu Hanifah (Nu ’man bin
Tsabit – Ulama besar
pendiri mazhab Hanafi)
adalah murid dari Ahli
Silsilah Thariqat
Naqsyabandiyah yaitu
Imam Jafar as Shadiq ra .
Berkaitan dengan hal ini,
Jalaluddin as Suyuthi
didalam kitab Durr al
Mantsur, meriwayatkan
bahwa Imam Abu Hanifah
(85 H.-150 H) berkata,
“ Jika tidak karena dua
tahun, Nu’man telah
celaka. Karena dua tahun
saya bersama Sayyidina
Imam Jafar as Shadiq,
maka saya mendapatkan
ilmu spiritual yang
membuat saya lebih
mengetahui jalan yang
benar ”. Imam Maliki
(Malik bin Anas – Ulama
besar pendiri mazhab
Maliki) yang juga murid
Imam Jafar as Shadiq ra,
mengungkapkan
pernyataannya yang
mendukung terhadap ilmu
tasawuf sebagai berikut, “
Barangsiapa mempelajari/
mengamalkan tasawuf
tanpa fiqih maka dia telah
zindik, dan barangsiapa
mempelajari fiqih tanpa
tasawuf dia tersesat, dan
siapa yang mempelari
tasawuf dengan disertai
fiqih dia meraih
kebenaran. ” (‘ Ali al-
Adawi
dalam kitab Ulama fiqih,
vol. 2 , hal. 195 yang
meriwayatkan dari Imam
Abul Hasan). Imam Syafi ’i
(Muhammad bin Idris,
150-205 H ; Ulama besar
pendiri mazhab Syafi ’i)
berkata, “ Saya berkumpul
bersama orang-orang sufi
dan menerima 3 ilmu: 1.
Mereka mengajariku
bagaimana berbicara 2.
Mereka mengajariku
bagaimana
memperlakukan orang lain
dengan kasih sayang dan
kelembutan hati 3.
Mereka membimbingku ke
dalam jalan
tasawuf. ” ( Riwayat dari
kitab Kasyf al-Khafa dan
Muzid al Albas, Imam
‘ Ajluni, vol. 1, hal. 341)
Imam Ahmad bin Hanbal
( 164-241 H ; Ulama besar
pendiri mazhab Hanbali)
berkata, “Anakku, kamu
harus duduk bersama
orang-orang sufi, karena
mereka adalah mata air
ilmu dan mereka selalu
mengingat Allah dalam
hati mereka. Mereka
adalah orang-orang zuhud
yang memiliki kekuatan
spiritual yang tertinggi.
Aku tidak melihat orang
yang lebih baik dari
mereka ” ( Ghiza al Albab,
vol. 1 , hal. 120 ; Tanwir al
Qulub, hal. 405 , Syaikh
Amin al Kurdi) Syaikh
Fakhruddin ar Razi
( 544-606 H ; Ulama besar
dan ahli hadits) berkata,
“Jalan para sufi adalah
mencari ilmu untuk
memutuskan hati mereka
dari kehidupan dunia dan
menjaga diri agar selalu
sibuk dalam pikiran dan
hati mereka dengan
mengingat Allah pada
seluruh tindakan dan
perilaku . ” (I’tiqad al
Furaq al Musliman, hal. 72,
73) Ibn Khaldun ( 733-808
H ; Ulama besar dan filosof
Islam) berkata, “Jalan sufi
adalah jalan salaf, yakni
jalannya para ulama
terdahulu di antara para
sahabat Rasulullah Saww,
tabi ’in, dan tabi’it-tabi’in.
Asasnya adalah beribadah
kepada Allah dan
meninggalkan perhiasan
serta kesenangan
dunia. ” (Muqadimah ibn
Khaldun, hal. 328). Imam
Jalaluddin as Suyuti
(Ulama besar ahli tafsir
Qur ’an dan hadits)
didalam kitab Ta’yad al
haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57
berkata, “Tasawuf yang
dianut oleh ahlinya adalah
ilmu yang paling baik dan
terpuji. Ilmu ini
menjelaskan bagaimana
mengikuti Sunah Nabi
Saww dan meninggalkan
bid’ah.” Bahkan Ibnu
Taimiyyah (661-728 H),
salah seorang ulama yang
dikenal keras menentang
tasawuf pada akhirnya
beliau mengakui bahwa
tasawuf adalah jalan
kebenaran, sehingga
beliaupun mengambil
bai ’at dan menjadi
pengikut thariqah
Qadiriyyah. Berikut ini
perkataan Ibnu Taimiyyah
didalam kitab Majmu al
Fatawa Ibn Taimiyyah,
terbitan Dar ar Rahmat,
Kairo, Vol. 11 , hal. 497 ,
dalam bab. Tasawuf :
“ Kalian harus mengetahui
bahwa para syaikh yang
terbimbing harus diambil
dan diikuti sebagai
petunjuk dan teladan
dalam agama, karena
mereka mengikuti jejak
Para Nabi dan Rasul.
Thariqah para syaikh itu
adalah untuk menyeru
manusia kepada kehadiran
dalam Hadhirat Allah dan
ketaatan kepada Nabi. ”
Kemudian dalam kitab
yang sama hal. 499 , beliau
berkata, “Para syaikh
harus kita ikuti sebagai
pembimbing, mereka
adalah teladan kita dan
kita harus mengikuti
mereka. Karena ketika
kita berhaji, kita
memerlukan petunjuk
(dalal) untuk mencapai Ka’
bah, para syaikh ini adalah
petunjuk kita (dalal)
menuju Allah dan Nabi
kita. ” Di antara para
syaikh sufi yang beliau
sebutkan didalam
kitabnya adalah, Syaikh
Ibrahim ibn Adham ra,
guru kami Syaikh Ma ’ruf
al
Karkhi ra, Syaikh Hasan al
Basri ra, Sayyidah Rabi ’ah
al Adawiyyah ra, guru
kami Syaikh Abul Qasim
Junaid ibn Muhammad al
Baghdadi ra, guru kami
Syaikh Abdul Qadir al
Jailani, Syaikh Ahmad ar
Rifa’i ra, dll. Didalam kitab
“Syarh al Aqidah al
Asfahaniyyah” hal. 128.
Ibnu Taimiyyah berkata,
“ Kita (saat ini) tidak
mempunyai seorang Imam
yang setara dengan Malik,
al Auza ’i, at Tsauri, Abu
Hanifah, as Syafi’i, Ahmad
bin Hanbal, Fudhail bin
Iyyadh, Ma ’ruf al Karkhi,
dan orang-orang yang
sama dengan mereka.”
Kemudian sejalan dengan
gurunya, Ibnu Qayyim al
Jauziyyah didalam kitab
“ Ar Ruh” telah mengakui
dan mengambil hadits dan
riwayat-riwayat dari para
pemuka sufi. Dr. Yusuf
Qardhawi, guru besar
Universitas al Azhar, yang
merupakan salah seorang
ulama Islam terkemuka
abad ini didalam kumpulan
fatwanya mengatakan,
“ Arti tasawuf dalam
agama ialah
memperdalam ke arah
bagian ruhaniah,
ubudiyyah, dan
perhatiannya tercurah
seputar permasalahan
itu.” Beliau juga berkata,
“Mereka para tokoh sufi
sangat berhati-hati dalam
meniti jalan di atas garis
yang telah ditetapkan
oleh Al-Qur,an dan As-
Sunnah. Bersih dari
berbagai pikiran dan
praktek yang
menyimpang, baik dalam
ibadat atau pikirannya.
Banyak orang yang masuk
Islam karena pengaruh
mereka, banyak orang
yang durhaka dan lalim
kembali bertobat karena
jasa mereka. Dan tidak
sedikit yang mewariskan
pada dunia Islam, yang
berupa kekayaan besar
dari peradaban dan ilmu,
terutama di bidang
marifat, akhlak dan
pengalaman-pengalaman
di alam ruhani, semua itu
tidak dapat diingkari.
Seperti itulah pengakuan
para ulama besar kaum
muslimin tentang tasawuf.
Mereka semua mengakui
kebenarannya dan
mengambil berkah ilmu
tasawuf dengan belajar
serta berkhidmat kepada
para syaikh thariqah pada
masanya masing-masing.
Oleh karena itu tidak ada
bantahan terhadap
kebenaran ilmu ini,
mereka yang menyebut
tasawuf sebagai ajaran
sesat atau bid ’ah adalah
orang-orang yang tertutup
hatinya terhadap
kebenaran, mereka tidak
mengikuti jejak-jejak para
ulama kaum salaf yang
menghormati dan
mengikuti ajaran tasawuf
Islam.

CIRI-CIRI GURU MURSYID

من علامات المرشد وشرط
الشيخ الذي يصلح أن يكون
نآئبا لرسول الله صلوات
الله وسلامه عليه. أن يكون
عالما ولكن لا كل عالم يصلح
للخلافة.وإني-الغزالي-
أبين لك بعض علاماته على
سبيل الإجمال حتى لايدعي
كل أحد مرشدا.فنقول من
يعرض عن حب الدنيا وحب
الجاه، وكان قد تابع لشخص
بصير تتسلسل متابعته
إلى سيدالمرسلين صلى
الله عليه وسلم وكان محسنا
رياضة نفسه بقلة الأكل
والقول والنوم وكثرة
الصلوات والصدقة
والصوم.وكان بمتابعته ذلك
الشيخ البصير جاعلا
محاسن الأخلاق له سيرة
كالصبر والصلاة والشكر
والتوكل واليقين والقناعة
وطمأنينة النفس والحلم
والتواضع والعلم والصدق
والحياء والوفاء والوقار
والسكون والتأني وأمثالها،
فهو إذا نور من أنوار النبي
صلى الله عليه وسلم
يصلح للإقتداء به. ولكن
وجود مثله نادر أعز من
الكبريت الأحمر. ومن
ساعدته السعادة فوجد شيخا
كما ذكرناه.وقبله الشيخ،
ينبغي أن يحترمه ظاهرا
وباطنا. أما احترام الظاهر فهو
أن لايجادله ولايشتغل
بالإحتجاج معه في كل
مسئلة، وإن علم خطأه. ولا
يلقي بين يديه سجادته
إلا وقت أداء الصلاة فإذا
فرغ يرفعها. ولا يكثر
نوافل الصلاة بحضرته.
ويعمل ما يأمره الشيخ من
العمل بقدر وسعه وطاقه. وأما
احترام الباطن فهو أن كل ما
يسمع ويقبل منه في الظاهر
لاينكره في الباطن لا فعلا
ولا قولا، لئلا يتسم
بالنفاق، وإن لم يستطع
يترك صحبته إلى أن
يوافق باطنه ظاهره ويحترز
عن مجالسته صاحب السوء
ليقصر ولاية شياطين الجن
والإنس عن صحن قلبه،
فيصفى من لوث الشيطنة،
وعلى كل حال يختار الفقر
على الغنى. اه
#نقل عن "أيها الولد:14-15"
للشيخ الغزالي رضي الله
تعالى عنه .