Minggu, 14 Juli 2013

Sejarah puasa BAGIAN-I

SEJARAH PUASA

1.Puasa dalam berbagai macam tradisi

Diantara kebenaran ilmiah yang valid aktifitas puasa tidak hanya dialami oleh spesies manusia. Dari sekian banyak spesies hidup, ada sebagian yang juga melakukan aktivitas semakna dengan puasa. Ada yang melakukannya karena terdesak kondisi alam, dan ada juga yang melakukannya secara suka rela karena sedang menjalani fase tertentu dalam siklus hidupnya.

Sebut saja unta, hewan padang pasir ini kadang kala harus melakukan puasa karena masih berada di tengah gersangnya padang pasir.
Ular dapat bertahan hidup tanpa makan selama hampir satu tahun. Begitu pula beruang kutub, beberapa spesies hewan pengerat, ikan dan beberapa jenis burung.
Beberapa jenis serangga meninggalkan makan dan minum selama dalam kepompong. Setelah menyelesaikan fase ini, mereka dapat hidup lebih baik, dan mudah beradabtasi dengan lingkungan. Induk ayam juga tidak mencari makan selama beberapa hari tatkala mengerami telur-telurnya.

Sedang dalam sejarah umat manusia, puasa sudah dikenal sejak zaman kuno, baik untuk terapi pengobatan maupun ritual keagamaan tertentu. Dalam dunia pengobatan klasik, puasa dipakai diantaranya oleh para dokter dari Alexandria, mesir, pada masa pemerintahan Batlimus. Seorang dokter yunani kuno , Hippocrates (5 SM.) sudah menyusun cara-cara puasa untuk terapi pengobatan.

Ovivo Corna menggunakan terapi puasa untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Sebelumnya, ia mencoba pada dirinya sendiri dan berhasil sembuh dari penyakit kronis yang dideritanya. Ia berumur hampir 100 tahun lamanya. Di penghujung hayat, ia mengarang sebuah buku tentang pentingnya puasa dalam mengobati beberapa penyakit. Buku itu ia beri judul “Siapa yang sedikit makan, akan berumur panjang“①.

Pada abad ke-6 SM, seorang tabib dari Cina bernama Shu Jhu Chi yang hidup di tibet menulis satu bab khusus dalam buku kedokterannya tentang terapi puasa dan terapi makanan. Epicurus, seorang filosof besar sebelum memasuki ujian akhir di Universitas Alexandria, berpuasa selama 40 hari untuk menambah kekuatan pikiran dan daya kreativitasnya②.

Dalam dunia keagamaan, puasa merupakan ritual yang kuno dan sudah banyak dikenal. Dalam masyarakat yang sudah memiliki peradaban maju, seperti Mesir dan bangsa Phoenisia③, puasa sudah dikenal.
Mereka berpuasa untuk menghormati Izis④. Mereka juga berpuasa sebelum melakukan ritual pengorbanan. Hal ini bertujuan untuk mensucikan orang-orang yang menyaksikan perayaan tersebut⑤.

Penganut Hindu, Brahma, dan Budha di india dan dunia timur, melakukan puasa sesuai dengan aturan yang tertera dalam kitab suci mereka⑥.

Ath Thabari menulis, bahwa umat Nasrani pada masa lalu sudah diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadan. Mereka diharuskan tidak makan semenjak bangun tidur dan tidak bersetubuh sama sekali selama satu bulan penuh⑦.
Pada umumnya, bulan puasa jatuh pada musim panas yang sangat terik atau pada musim dingin yang menusuk tulang. Sehingga, ibadah ini mengganggu aktivitas perekonomian mereka⑧.
Hal ini mendorong para cendikiawan Nasrani untuk bersepakat memindah waktu puasa pada musim semi untuk memudahkan ritual puasa ini bagi umatnya. Mereka menambahkan sepuluh hari, sebagai KAFARAH (penebus) atas perbuatan mereka. Sehingga, hari wajib puasa bagi umat Nasrani adalah empat puluh hari⑨.

Kemudian, seorang raja yang pada waktu itu sedang sakit parah bernazar kepada Allah. Jika ia sembuh, maka akan mewajibkan kepada rakyatnya puasa satu minggu. Setelah ia benar-benar sembuh, V ia menjalankan nazarnya itu. Hingga, kemudian puasa wajib menjadi empat puluh tujuh hari. Setelah sang raja wafat dan digantikan raja yang lain, raja baru ini memerintahkan agar puasa itu disempurnakan menjadi lima puluh hari, dengan menambahkan tida hari⑩.

Dalam versi lain, disebutkan bahwa mereka menambahkan dua puluh hari sebagai kafarah sehingga puasa yang wajib dikerjakan umat Nasrani menjadi lima puluh hari⑾.
Kisah ini banyak dituturkan para mufassir klasik ketika menjelaskan maksud kata-kata “Orang-orang sebelum kamu,” dalam kalimat “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(Q.S. Al Baqarah: 183).

Masyarakat jahiliyah arab juga sudah mengenal ibadah ini, sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari dari 'Aisyah bahwa kaum jahiliyah sudah menjalankan tradisi berpuasa setiap hari 'Asyura (10 Muharram). Rasulullah kemudian memerintahkan umat islam saat itu untuk menjalankannya. Ini terus berlangsung hingga diwajibkannya puasa di bulan Ramadan pada tahun kedua hijriyah⑿.

Berpuasa setiap hari kesepuluh bulan Muharram juga menjadi ritual dalam agama Yahudi. Mereka bahkan mengagungkannya dan menjadikannya sebagai hari raya. Mereka berkeyakinan hari itu memiliki nilai historis. Hari itu bertepatan dengan tertambatnya perahu Nabi Nuh a.s. di lembah Judi dan diselamatkannya Nabi Musa a.s. bersama Bani Israil dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Sehingga, sebagai ungkapan rasa syukur, Nabi Nuh dan Nabi Musa melakukan puasa setia tanggal tersebut⒀.

Dalam keyakinan Yahudi, meramaikan dan merayakan puasa adalah wajib. Umat inilah yang pertama kali membuat perayaan dalam berpuasa sebelum umat-umat yang lain.
Lanjut ke BAGIAN-II >>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar